PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN
A. Pengertian dan Peranan Problem Based Learning dalam Pembelajaran
1. Pengertian PBL (Problem Based Learning)
Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar (Ibrahim dan Nur,2000:2). Definisi yang lebih sederhana untuk pembelajaran berbasis masalah menurut (Dokter 2002 dalam Ratnaningsih, 2003 : 12) adalah ”Siswa mempelajari konten dari suatu materi dengan memecahkan masalah”. Sedangkan Menurut Barrows (Barrett, 2005) PBL adalah pembelajaran sebagai hasil dari proses aktivitas menuju pemahaman penyelesaian suatu masalah. Masalah yang pertama kali dijumpai dalam proses itu. Dengan segera Barret menambahkan bukan berarti tidak boleh ada unsur lain dalam pembelajaran seperti ceramah atau praktek laboratorium. Namun pertama-tama siswa dihadapkan kepada masalah sebagai pemicu belajar setelah itu unsur lainnya menyusul. Tan (Lee dan Tan, 2004) mendefinisikan PBL sebagai pembelajaran yang mengintegrasikan belajar dari sumber dan disiplin berbeda melalui sintesis dan penyelidikan kolaboratif. Tan menambahkan PBL berkenaan dengan situasi di mana kita tidak pasti tentang data, informasi, begitu pula dengan solusi, dan menguasai seni pengendalian inteligensi melalui belajar mandiri dan juga belajar kolaboratif. Menurut Barrows dan Gijselaers (CTL, 2001) PBL berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses aktif, terpadu, dan konstruktif yang dipengaruhi faktor sosial dan kontekstual.
Problem-based learning (PBL) adalah sebuah pengembangan kurikulum dan pendekatan pengajaran. Problem-Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah menggambarkan suatu lingkungan belajar dimana masalah mengendalikan pembelajaran. Belajar dimulai dengan sebuah masalah yang akan dipecahkan, masalah diajukan sebagai sebuah cara dimana siswa membutuhkan peningkatan pengetahuan, sebelum mereka memecahkan masalah. Dari pada sekedar mencari sebuah jawaban tunggal, siswa menginterpretasikan, menemukan informasi yang dibutuhkan, mengidentifikasi solusi yang mungkin, mengevaluasi pilihan dan membuat kesimpulan. Pendukung dari pemecahan masalah dalam Pendidikan Kewarganegaraan menuntut siswa untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik dengan mempelajari pengetahuan dalam Pendidikan Kewarganegaraan secara heuristic.
PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono, 2004). Atau menurut Boud & Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa Problem based learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, yang dimaksud dengan belajar berbasis masalah adalah siswa dalam memahami konsep dan prinsip dari suatu materi dimulai dengan bekerja dan belajar terhadap situasi atau masalah yang diberikan, melalui investigasi, inkuiri dan pemecahan masalah, siswa membangun konsep atau prinsip dengan kemampuannya sendiri yang mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dipahami sebelumnya.
2. Karakteristik Pembelajaran PBL
Menurut Ibrahim dan Nur (2000:5) pembelajaran berbasisi masalah mempunyai beberapa karakteristik, dan masing-masing karakteristik tersebut mengandung makna. Karakteristik-karakteristik tersebut meliputi: pengajuan pertanyaan atau masalah (memahami masalah), berfokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, menghasilkan produk atau karya kemudian memamerkannya, dan kerja sama.
Perngajuan pertanyaan atau masalah merupakan hal penting baik secara sosial maupun secara pribadi untuk siswa, karena masalah yang diajukan merupakan situasi dunia nyata yang memungkinkan adanya berbagai macam solusi. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin artinya masalah yang disajikan benar-benar nyata, agar dalam pemecahannya dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Hal ini dimungkinkan karena sesungguhnya siswa dipandang memiliki latar belakang pengetahuan dan sosial yang berbeda. Penyelidikan autentik artinya siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, membuat inferensi dan membuat kesimpulan. Selanjutnya ciri PBL adalah menghasilkan produk atau kary kemudian memamerkannya. Produk tersebut dapat berupa laporan atau model fisik tentang apa yang telah mereka pelajari kemudian mendemonstrasikan pada teman-temannya. Ciri terakhir dari PBL yaitu kerja sama, artinya pada proses belajar mengajar siswa bekerja sama secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama dalam pembelajaran berbasis masalah mendorong berbagai inkuiri dan dialog serta perkembangan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. Sedangkan Wilkerson dan Gijselaers (CTL, 2001) menyatakan PBL bercirikan: berpusat pada siswa, guru lebih sebagai fasilitator, masalah ill-structured sebagai pemicu awal dan kerangka kerja bagi strategi penyelidikan, menuntun eksplorasi, dan membantu siswa mengklarifikasi dan menelusuri jawab atas pertanyaan penyelidikannya. Jadi ringkasnya, PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran aktif, kolaboratif, dan konstruktif di mana masalah ill-structured sebagai pemicunya.
Pembelajaran berbasis masalah menuntut aktivitas mental siswa dalam memahami suatu konsep, prinsip dan keterampilan melalui situasi atau masalah yang disajikan diawal pembelajaran. Jadi dalam pembelajaran berbasis masalah situasi suatu masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami konsep, prinsip danmengembangkan keterampilan berbeda dengan pembelajaran pada umumnya, biasanya masalah disajikan setelah pembelajaran konsep, prinsip dan keterampilan. Dalam PBL masalah yang disajikan kepada siswa merupakan situasi atau masalah kehidupan sehari-hari (kontekstual) yang tidak terdefinisi atau terstruktur.
3. Tujuan dan mamfaat PBL
PBL tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa (Ibrahin dan Nur, 2002 : 7). Selanjut Ibrahim dan Nur (2002) menetapkan tujuan PBL yaitu: membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata, menjadi pebelajar otonom dan mandiri. PBL melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena itu. Adapun manfaat yang diperoleh melalui pembelajaran PBL antara lain:
a.Motivasi (Motivation) PBL membuat siswa lebih terlibat dalam pembelajaran sebab mereka terikat untuk merespon dan karena mereka merasa diberi kesempatan untuk mendapatkan hasil (dampak) dari penyelidikan.
b.Hubungan dan Isi (Relevance And Context)
PBL menawarkan siswa sebuah jawaban yang jelas terhadap pertanyaan, “Mengapa kita perlu mempelajari informasi ini?”, dan “Apa saja dari yang sedang saya lakukan di sekolah harus dilakukan dengan sesuatu dalam dunia nyata?”
c.Berfikir Tingkat tinggi (Higher-Order Thinking)
Scenario masalah yang tidak lengkap memanggil keluar (membangkitkan) berfikir kritis dan kreatif siswa, menebak Apa jawaban yang benar yang dikehendaki guru untuk saya temukan?
d.Pembelajaran bagaimana belajar (Learning How To Learn)
PBL mengembangkan metakognisi dan pembelajaran diri yang teratur denganmeminta siswa untuk menghasilkan cara mereka sendiri mendefinisikan masalah, mencari informasi, menganalisis data dan membuat serta menguji hipotesis, membandingkan strategi lain, dan membaginya dengan siswa lain dan strategi dari pembimbing
e.Keaslian (Authenticity)
PBL melibatkan siswa dalam mempelajari informasi dalam cara yang sama ketika mengingatnya kembali dan menerapkan dalam situasi yang akan datang dan menilai pembelajaran dengan cara mendemonstrasikan pemahaman dan bukan kemahiran belaka. (Gick and Holyoak, 1983).
4.Langkah-langkah dalam PBL
Tahapan-tahapan model pembelajaran berbasis masalah secara garis besar menurut pandangan Ibrahim dan Nur (2000 : 13) adalah bahwa model pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahap utama, dimulai dari guru memperkenalkan pada siswa tentang situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah model pembelajaran dimaksud seperti tertera pada tabel 1.1 berikut :
Tabel 2.1
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase I
Indikator : Orientasi Siswa pada Masalah
Tindakan Guru : Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
Fase II
Indikator : Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Tindakan Guru : Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Fase III
Indikator : Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Tindakan Guru : Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakn eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Fase IV
Indikator : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Tindakan Guru : Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
Fae V
Indikator : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Tindakan Guru : Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan
Jika pembelajaran biasa berpuncak pada pemecahan masalah setelah penyajian obyek , maka PBL berawal dari sebuah masalah untuk membangun pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang relevan. Dalam PBL, siswa dituntut bertanggungjawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. PBL membentuk siswa mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu siswa menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap dalam menjalani proses belajar PBL, tutor akan berkurang keaktifannya.
Proses belajar PBL dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain dalam PBL memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif.
Berdasarkan ciri PBL yang dirumuskan Barrett (2005, p.15) dapat diketahui sebagai berikut:
- Mula-mula masalah diberikan kepada siswa.
- Siswa mendiskusikan masalah itu dalam kelompok. Mereka mengklarifikasi fakta, mendefinisikan apa masalahnya. Menggali gagasan berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Menemu-kenali apa yang mesti diketahui (dipelajari) untuk memecahkan masalah itu (isu belajar terletak di sini). Bernalar melalui masalah dan menentukan apa tindakan atas masalah tersebut.
- Setiap siswa secara perorangan aktif terlibat mempelajari pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mereka.
- Bekerja kembali berkelompok untuk menyelesaikan masalah
- Menyajikan penyelesaian atas masalah
- Melihat dan menilai kembali apa yang telah mereka pelajari dari pengalaman memecahkan masalah itu.
Menurut Barrett, agar berhasil seorang fasilitator yang menggunakan PBL sebagai pendekatan pembelajaran mestilah:
- Tertarik dan antusias
- Melupakan ceramah
- Menenggang keheningan
- Membuat siswa berinteraksi satu sama lain
- Mendorong penggunaan sumber informasi akurat sewaktu siswa menyelidiki isu belajarnya
- Berorientasi sasaran masalah dan belajar
- Menciptakan lingkungan belajar yang mendukung untuk kelompok belajar
Masalah memegang peran sentral dalam PBL. Satu pertanyaan penting dalam menjalankan PBL adalah apa yang dimaksud dengan masalah? Norman (Kolmos et al., 2007) menjelaskan masalah dalam PBL ialah suatu rangsangan dan tantangan bagi siswa untuk menggerakkan mereka belajar. Mengutip Bloom, Kolmos et al. (2007, p.7) menerangkan ciri-ciri masalah yang baik sebagai berikut.
- Melibatkan dan berorientasi pada dunia nyata
- Ill-structured dan rumit
- Membangkitkan banyak dugaan
- Memerlukan usaha tim
- Konsisten dengan sasaran pembelajaran
- Dibangun atas pengetahuan dan pengalaman yang ada
- Mendorong pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi.
Ada beberapa langkah-langkah yang perlu diperhatikan ketika menginvestigasi (menyelidiki) suatu situasi masalah. Menurut Fogarty (1997 dalam Ratnaningsih, 2003 :31) langkah-langkah tersebut adalah sebagi berikut :
- Menemukan masalah/dihadapkan pada situasi atau masalah (meet the problem)
- Menyuatakn masalah (define the facts). Pada langkah i8ni siswa meringkas situasi atau masalah yang diberikan
- Mengumpulkan fakta (gather the facts). Untuk mengumpulkan fakta siswa menggunakan pengalaman yang lalu dan pengetahuan yang telah dimiliki. Siswa harus memahami apa yang diketahui dan pa yang perlu diketahui. Kemudian dengan menggunakan tabel KND siswa mengorganisasikan informasi yang didapat, mengisi tabel KND ini sangat membantu siswa untuk menganalisis masalah dan fakta-fakta yang terkait.
Tabel 2.2
KND (Know Need Do)
What We Know What We Need to Know What We Need to Do
......................... ....................................... ..................................
......................... ....................................... ..................................
4.Membangun pertanyaan-pertanyaan (generate question). Dengan menggunakan tabel KND membangun pertanyaan-pertanyaan yang relevan.
5.Hipotesis (Hypothesise). Dengan menggunakan inteligensi dan kemampuan penalaran, siswa membuat hipotesis dari masalah.
6.Meneliti (Research). Penelitian ini bergantung pada sifat alami masalah, dapat membaca buku, kepustakaan, mengadakan interviu, bila diperlukan dapat mengadakan pembelajaran mini dan sebagainya.
7.Menyatakan kembali masalah (rephrase the problem). Setelah penelitian siswa diberi kesempatan untuk melihat kembali pertanyaan-pertanyaan yang dibuat pada langkah empat.
8.Membangun alternatif penyelesaian/solusi (generate alternatives). Melalui diskusi siswa membuat alternatif solusi yang kurang tepat, hampir tepat dan tepat untuk pertanyaan-pertanyaan pada langkah tujuh.
9.Mengusulkan solusi (advocate solutions). Melalui diskusi dan pendekatan multipel inteligensi, siswa mengetengahkan solusi yang terbaik.
5. Sejarah PBL Para pemerhati (Barrett, 2005; Besana, Fries, dan Kilibarda, 2002; Chung dan Chow, CLTS 2006; Savery & Duffy, 1995) mencatat PBL pertama kali dijalankan tahun enam puluhan di sekolah medik McMaster Ontario, Kanada pada tahun 1966, berdasarkan pada riset yang dilakukan Barrows dan Tamblyn. Barrett et al. (2005) menjelaskan alasan penggunaan PBL ini di dalam bukunya. Berdasarkan riset pada klinik, Barrows dan Tamblyn menyimpulkan mengajar mahasiswa sekolah medik dengan cara mengajak mereka langsung memecahkan masalah lebih efektif ketimbang dengan cara pendidikan medik yang biasa dilakukan (sistem perkuliahan). Menurut telaah Savery dan Duffy (1995), sejak itu PBL telah dikembangkan dan diterapkan di 60 sekolah medis. Selanjutnya kedua penulis menjelaskan setelah itu PBL menyebar ke berbagai disiplin seperti bisnis, pendidikan, arsitektur, hukum, teknik rekayasa, sosial, dan sekolah menengah.. Bok (CLTS, 2006) menulis, peningkatan pemakaian PBL berlanjut karena berdasarkan penelitian diketahui mahasiswa menyimpan sangat sedikit informasi hasil dari pembelajaran biasa. Schmidt (CLTS, 2006) menambahkan lewat pembelajaran biasa mahasiswa mengalami kesulitan mengalihkan pengetahuannya ke dalam situasi baru. 6. Keunggulan dan Kelemahan PBL Sebagaimana pendekatan pembelajaran lainnya, PBL memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dicermati untuk keberhasilan penggunaannya. Beberapa kelebihan yang terungkap dari penelitian tentang PBL (CIDR, 2004) ialah:
a. Retensi siswa pada apa yang dipelajari lebih lama dan kuat.
b. Pengetahuan terintegrasi dengan lebih baik
c. Mengembangkan keterampilan belajar jangka panjang, yaitu bagaimana meneliti,berkomunikasi dalam kelompok, dan bagaimana menangani masalah.
d. Meningkatkan motivasi, minat dalam bidang studi, dan kemandirian belajar.
e. Meningkatkan interaksi siswa-siswa dan siswa-guru.
Hasil penelitian (Ward dan Lee, 2002) mengungkap beberapa kelemahan PBL seperti:
a. Instrumen penilaian hasil belajar yang valid dan dapat diterima sulit dibuat atau ditafsirkan.
b. Waktu yang diperlukan dalam pembelajaran lebih banyak.
c. Kendala pada faktor guru yang sulit berubah orientasi dari guru mengajar menjadi siswa belajar
d. Sulitnya merancang masalah yang memenuhi standar pembelajaran berbasis masalah.
Demikian sepintas tentang metode Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL), Guru dapat berinovasi dan menyesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu sehingga pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan. Anda dapat mengakses asmanul.space untuk mendapat bahan referensi lebih banyak mengenai berbagai bidang kajian dan artikel ilmiah 😉🙏
Biehler, F.R. & Snowman J. (1990). Psychology Applied to Teaching (Sixth edition). Boston: Houghton Mifflin Company.
Barrett, T et al., (2005). Handbook of Enquiry & Problem Based Learning. Barrett, T., Mac Labhrainn, I., Fallon, H. (Eds). Galway: CELT. [Online]. Tersedia http://www.nuigalway.ie/celt/pblbook [25 Februari 2008].
CTL (2001). Speaking of Teaching. Stanford University Newsletter On Teaching. Winter 2001 Vol.11, No. 1
Center for Learning, Teaching and Scholarship, (CLTS, 2006). Background of Problem-Based Learning. Samforf University. [Online]. Tersedia http://www.samford.edu/pbl [ [26 Februari 2008].
Dahlan,M,D (1990), Model-Model Mengajar, Bandung, Diponegoro
Seodarsono,FX, (1997), Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta, Proyek Pendidika Tenaga Akademik, Dikti, Depdikbud
Supardan, D, (2008) Pembelajaran Berbasis Masalah, Makalah disajikan pada Seminar Nasional di UIN Jakarta 2008, tidak diterbitkan
Komentar
Posting Komentar