Tanggung Jawab Cendikiawan Menurut Edward Said (1998)

 Julien Benda : La Trahison des Clercks

Edward Said adalah keturunan Palestina yang berkebangsaan amerika, pendidikan di Victoria College sekolah elite di Kairo telah mengantarkan Said sebagai Intelektual yang merasa dirinya seperti orang Inggris karena kebanyakan guru-gurunya berasal dari Inggris. Satu ungkapan Edward Said tentang Intelektual : “ Orang Intelektual adalah Pencipta sebuah bahasa yang benar kepada yang berkuasa, seorang intelektual mengatakan yang dianggapnya benar entah sesuai atau tidak dengan kuasa-kuasa yang ada”. Satu tanggungjawab moral kepada Intelektual yang mengantarkan kita kepada pandangan Edward Said  terhadap kritikan Julian Benda dengan apa yang disebutnya ”pengkhianatan intelektual” dalam  “La Trahison des Clercks”  .

Julian Benda dalam thesisnya “La Trahison des Clercks”  mengemukakan bahwa : Para cendikiawan sebagai sosok intelektual ideal yang kegiatan utamanya bukanlah mengejar tujuan-tujuan praktis, tetapi mencari kegembiraan dalam mengolah seni, ilmu atau renungan metafisik yang mendapat kepuasan dalam ilmu pengetahuan. Julian Benda menyatakan bahwa para Cendikiawan zaman dulu adalah moralis yang menentang terhadap realisme masa dan memiliki kecendrungan yang kuat untuk menentang kehendak-kehendak pribadi yang sifatnya praktis(sesaat), fungsi Cendikiawan seperti konsep inilah menurut Benda mampu membuat umat manusia menghormati yang baik dan benar,  akan tetapi kekhawatiran Benda terhadap peran Intelektual dalam thesisnya ini berubah setelah kaum sastrawan, ilmuwan, filsuf dan ulama diabad ke-19 tidak lagi sesuai dengan peran intelektual setelah mereka turut menggelorakan gairah-gairah nasionalis dan perang, mereka mulai memeluk fanatisme patriot dimana dalam dunia modern cendikiawan dijadikan sebagai “warga Negara” yang dibebani dengan segala kewajibannya, perbalikan fungsi inilah yang disebut Julian Benda dengan “Pengkhianatan Intelektual“    (La Trahison des Clercks)


Edward Said menghargai thesis Julian benda “La Trahison des Clercks” meskipun dia lebih sependapat dengan Antonio Gramsci dengan definisi bahwa “ Semua manusia adalah Inteletual, tetapi tidak semua orang dalam masyarakat memiliki fungsi Intelektual ”. Gramsci membagi peran Intelektual pertama; Intelektual tradisional yaitu guru, ulama dan administrator yang terus menerus melakukan hal yang sama dari generasi ke generasi, kedua; Intelektual Organik yaitu kalangan frofesional, Edwar Said menyatakan bahwa definisi Gramsi ini lebih dekat kepada realitas daripada konsepsi Benda.

Suatu kajian menarik bagi saya adalah buku Edward Said yang mengupas habis tentang hakikinya seorang intelektual itu jika dihubungkan dengan Negara kita, kehidupan intelektual yang dalam ketertutupan akan wujud, corak, orientasi, fluktuasi, kekayaan alam dan keterbukaan tertindas oleh penindasan politik akan pemikiran alternative, dan sangat baik untuk mempertanyakan kembali peran intelektual dinegara kita, sehingga peran Intelektual berada dalam tataran “Krisis” seperti yang dikemukakan Thomas Kuhn (The Structure of Scientific Revolutions).

Kaitan antara kaum cendikiawan dengan identitas nasional atau nasionalisme…

Merujuk pendapat Edward Said dalam buku “Peran Intelektual” mengatakan bahwa: Kaum Cendikiawan (Intelektual) adalah orang yang pintar mengatakan hal-hal oposisional sedemikian rupa, karena dia merupakan orang yang sanggup mengatakan apa yang tidak berani dikatakan para politisi, karena kaum intelektual itu satu-satunya pihak yang mampu menyuarakan pandangan alternative kepada penguasa, dapatkah mereka mempertahankan kemandirian keberanian untuk kritis, untuk tidak menggantungkan pendapat menurut oportunitas organisasinya, mengambil sikap non-primordial, non-sektarian, semata-mata berdasarkan kebenaran dan keadilan…?

Pengalaman dibeberapa Negara menunjukkan bahwa Intelektual memegang peranan dalam pembentukan identitas suatu Negara dengan produk melahirkan semangat nasionalisme terhadap bangsanya, kritikan-kritikan mereka terhadap pemegang kekuasaan menjadi stabilisator jalannya demokrasi meskipun terkadang menghadang langkah mereka untuk menunjukkan kebenaran, tetapi itulah konsekuensi yang harus diterima selaku kaum intelektual. Edward Said demi mempertahankan hakikat keintelektualannya harus berhadapan dengan hegemoni negara asalnya sendiri (Palestina) dalam mengkritisi kebijakan Yaser Arafat terhadap Israel, demikian juga kelompok eksil di luar negara Iran yang menentang kebijakan Shah Pahlevi, dan kita juga melihat bagaimana seorang Mahmoud Ahmadinedjat yang berani menentang Hegemoni AS terhadap perkembangan reactor nuklir Iran untuk kepentingan damai, bahkan dia orang yang meragukan sekali kebenaran peristiwa Holocaust dengan konsekuensi menjadikan Palestina sebagai bangsa pembayar utang bagi Israel akibat kekejaman NAZI (sumber:Ahmadinedjat, The Nuclear Savior of Tehran), dan dinegara kita sendiri tak kalah pentingnya bagaimana para intelektual sekelas Amir sjarifudin, syahril dan Hatta yang bertolak berlakang dengan Bung Karno menjadi termarjinalkan,  semua demi mempertahankan tanggung jawab mereka sebagai intelektual.

Kaum intelektual selalu terperangkap oleh persoalan loyalitas, yang tercakup dalam kebangsaan, komunitas agama dan etnik, masalah nasional kadang membuat mereka melakukan apa saja dengan segenap tenaga untuk melindungi, atau berperang melawan musuh nasional, nasionalisme defensive tentunya. Bagi kaum intelektual tugasnya adalah secara eksplisit menguniversalkan krisis, memberi sentuhan manusiawi yang lebih kental terhadap apa yang diderita ras dan bangsa tertentu, disinilah sebenarnya peran intelektual itu harus dimunculkan seperti dibanyak Negara lainnya didunia dimana proses nasionalisme itu selalu tumbuh dan berkembang diawali dari kaum intelektual, kaum Intelektual dapat membawa perjalanan bangsa keluar dari kebungkaman dan ketidak-hirauan penguasa “penjajah”, mereka juga dapat membentuk identitas nasional atau nasionalisme suatu bangsa terlepas dari belenggu suatu kekuasaan. Untuk melihat tulisan sejenis kunjungi  asmanul.space


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN IPS SEBAGAI BIDANG ILMU : Aspek Ontologis dan Epistemologinya.

GURU SEBAGAI PROFESIONAL : Pengembangan Profesional Tanggung jawab Pribadi